RSS

Senin, 16 Mei 2011

BAB. I

PENDAHULUAN

Amoebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba, penyebarannya kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropics terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan hugiene sanitasinya jelek.

Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja disentrai seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut.

Pada tahun 1893 Quiche dan Roos rnenemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa entamoeba histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar.

Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).

BAB. II

KAJIAN TEORI

Istilah – istilah yang berhubungan dengan Entamoeba histolystica dan amubasis:

Abses – kumpulan nanah setempat dalam suatu rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.

Benda kromatid – adalah RNA - protein kompleks yang pada pulasan dasar berwarna gelap. Dijumpai pada genus Entamoeba. Dengan mikroskop electron ia menampakkan struktur kristal yang mirip partikel virus.

Contact carier - karier yang berasal dari orang yang sebelumnya tidak pernah menderita amubiasis

Convalescent carrier - karier yang terjadi sesudah seseorang menderita amubiasis.

Defikasi – suatu tindakan / proses makhluk hidup untuk membuang kotoran (BAB).

Ekskistasi - adalah proses keluarnya tropozoit dari kista.

Ektoplasma - adalah bagian luar sitoplasma yang terdiri atas hialin yang biasanya terlihat bila tropozoit bergerak.

Endoplasma - adalah bagian dalam sitoplasma yang bergranula berisikan berbagai sisa makanan.

Enkistasi - adalah proses pembentukan kista dari tropozoit.

Febris – demam

Ikterus – adalah menguningnya sclera, kulit/ jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh/ akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.

Kista - Bentuk yang tidak aktif dilindungi membrane yang jelas atau dinding kista. Merupakan stadium amoeba yang yang infektif.

Kromatin - adalah zat dalam inti sel yang terpulas dengan pewarnaan dasar.

Malaise – adalah perasaan yang tidak jelas dari ketidaknyamanan.

Metakista - adalah tropozoit yang keluar dari kista.

Prakista - Bentuk peralihan antara stadium kista dan tropozoit, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam ileum.

Psedopodium(kaki palsu) - adalah tonjolan sitoplasma yang dibentuk pada permukaan tropozoit bersifat sementara.

Tenesmus - nyeri hebat perut sebelum buang air besar

Tropozoit - secara harfiah berarti setiap stadium dalam siklus hidup protozoa yang dapat mencerna makanan. Praktisnya stadium ini adalah bentuk aktif yang pada Entamoeba histolytica adalah stadium yang dapat mengadakan invasi jaringan.

Ulkus (ulcer) – kerusakan local, atau ekskavasi permukaan organ / jaringan, yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik radang.

Vakuola glikogen - adalah cadangan glikogen yang berwarna gelap dengan iodium terutama terdapat pada kista.

Vakuola kontraktil - vesikel dengan membrane yang dibentuk dalam sitoplasma yang mengambil dan mengeluarkan air dari sel. Ini terdapat pada ameba yang hidup bebas.

Vakuola makanan - vesikel dengan membrane yang dibentuk dalam sitoplasma disekitar butir makanan.

Amoeba Usus yang Patogen

Entamoeba histolytica

Taksonomi

Kingdom :Protista

Filum :Sarcomastigosphora

Kelas :Rhizopoda

Ordo :Amoebida

Genus :Entamoeba

Spesies :Entamoeba histolytica

Hospes dan Nama Penyakit

Manusia merupakan hospes parasit ini. Penyakit yang disebabkannya disebut amubiasis.

Distribusi Geografis

Amubiasis di seluruh dunia (kosmopolit) terutama daerah tropis dan subtropics yang lingkungan kebersihannya buruk. Indonesia merupakan daerah endemic amubiasis, terutama didaerah pedesaan(rural).

Habitat

Dalam bentuk tropozoit, Entamoeba histolytica hidup dalam jaringan mukosa dan submukosa usus besar penderita. Bentuk kista hanya ditemukan pada lumen usus.

Morfologi

1. Bentuk Tropozoit (vegetative).

a) Berukuran 15-60 mikron.

b) Ektoplasma berwarna jernih dan homogen dan berfungsi untuk pergerakan, penangkapan makanan dan membuang sisa – sisa makanan, serta sebagai alat pernafasan, dan alat proteksi.

c) Endoplasma berwarna keruh, didalamnya banyak terdapat granula – granula, vakuola – vakuola, butir – butir kromatin dan bitir – butir eritrosit dan berfungsi sebagai pencernaan makanan dan menyimpan makanan.

d) Nukleus

- Didalamya terlihat adanya nucleolus=endosom=kariosom dan terletaknya di tengah– tengah .

- Halo merupakan zona yang jernih mengelilingi kariosom.

- Selaput inti merupakan khromatin granula yang tersusun halus dan rata.

- Dengan melihat nucleus ini kita dapat mengidentifikasi genus atau spesies.

e) Bergerak dengan pseudopodia yang dikeluarkan tiba – tiba.

f) Berkembang biak dengan membelah diri tiap +12 jam jam sekali.

g) Tropozoit ini menyerang jaringan, berdiam dan membentuk koloni .

h) Kekuatan berinvasi disebabkan oleh gerakan mekanik dan enzim proteolitik

i) Tropozoit makan cairan sel jaringan dan darah.

2. Bentuk Prekista (minuta).

- Ektoplasma tidak keliatan.

- Pseudopodia pendek, dikeluarkan berangsur – angsur , ia merupakan tropozoit yang bulat dan juga merupakan stadium peralihan pada enkistatik.

- Stadium ini dalam keadaan pasif (stadium pasif).

- Sitiplasmanya tidak terdapat sel darah merah maupun sisa – sisa makanan di dalam endoplasmnya.

- Struktur inti tidak berbeda dengan inti pada bentuk tropozoit.

3. Bentuk Kista

- Enkistasi terjadi didalam lumen usus (rongga), sesudah tropozoit menolak semua makanan.

- Inti mempunyai lensa terletak ditepi, karena desakan glikogen vakuola yang besar dikelilingi kromodial yang berbentuk batang(a,b).

- Dinding kista dibentuk dari ektoplasma dan berfungsi sebagai pelindung.

- Kista tidak bergerak dan juga tidak makan.

- Kista berkembangbiak dengan jalan membelah, mula – mula kista berinti 1 menjadi kista berinti 2, selanjutnya kista berinti 2 menjadi berinti 4. Kista berfungsi sebagai infeksius menular, dan bisanya tidak mempunyai glikogen vakuale(a).

- Stadium kista didapat dalam lumen usus, bersama feses yang berbentuk agak padat, sedangkan stadium tropozoit dan prekista didapatkan dalam feses cair.

- Stadium kista merupakan stadium menular dan memegang peranan sebagai penyebaran penyakit disentri amoebiasis.

4. Stadium Metakista Tropozoit

- Bentuk ini terjadi dari kista didalam lumen usus kecil, sesudah melalui perut besar.

- Bentuk ini merupakan stadium peralihan sesudah ekskistasi kepada bentuk tropozoit dan terdapat didalam jumlah yang sedikit didalam ileum.

- Pada ekskistasi dari kista berinti 4 akan menjadi 4 amoeba yang masing – masing berinti 1, jadi tiap – tiap amoeba ini kemudian membelah diri menjadi 2 atau kadang – kadang terjadi pembelahan ganda sehingga terjadi lebih dari 8 amoeba.


Daur Hidup

Kista dari lingkungan ---- Ekskistasi pada usus halus ---- Metakista dikeluarkan dari dinding kista ---- Sitoplasma membelah diri membentuk tropozoit ( metakista ) ---- Invasi ke usus besar dan memperbanyak diri atau reproduksi dan memperluas koloninya, sebagian ke paru, hati ( abses hati) dan membengkak ---- Prekista ( didalam lumen usus ) ---- Enkistasi, kista mengsekresi dinding kista yang kuat ---- Dua mitosis membentuk 4 inti ---- Glikogen dan batang kromidial kurang nyata ( menghilang ) dan dikeluarkan dalam feses setengah padat dalam bentuk tropozoit, prekista dan kista.









Dalam penjelasan diatas, jelaslah bahwa feses sering / dapat ditemukan bentuk – bentuk stadium:

1. Tropozoit

2. Prekista ( minuta )

3. Kista

Dari ketiga bentuk stadium ini bentuk kista yang merupakan bentuk stadium infektif dan merupakan factor terpenting dalam penularan, oleh karena itu bentuk kista ini tahan pada keadaan kering atau dingin, yaitu:

- Pada suhu dibawah100C dapat tahan lebih dari 10 hari.

- Dalam suasana tropis mampu hidup selama 12 – 20 hari

- Dalam air mampu hidup selama + 30 hari.

Reproduksi

Terdapat tiga tahap reproduksi Entamoeba histolytica, yaitu ekskistasi, enkistasi dan multiplikasi.

Ekskistkistasi adalah proses tranformasi dari bentuk kista ke bentuk tropozoit. Proses ini mulai berlangsung saat kista berada dalam usus hospes ( manusia ). Dalam proses ekskistasi, satu kista infektif yang berinti empat tumbuh menjadi 8 amubula, lalu berkembang menjadi 8 tropozoit.

Pada proses enkistasi yang berlangsung beberapa jam, bentuk tropozoit berubah menjadi kista, yang terjadi dalam lumen usus.

Proses multiplikasi adalah proses reproduksi dengan cara membelah diri sederhana ( simple binary fission ). Mula – mula inti sel membelah diri, diikuti belah diri struktur – struktur sitoplasma amoeba. Proses multiplikasi ini hanya terjadi dalam bentuk tropozoit.

Cara Infeksi

Penularan terjadi dengan masuknya kista infektif melalui mulut, bersama makanan atau minuman tercemar tinja penderita atau carier amubasis. Penularan di laboratorium dapat terjadi karena tertelan kista infektif amuba hewan coba primata. Pencemaran makanan atau minuman dapat disebabkan oleh serangga misalnya lalat dan lipas ( family Blattidae ) yang membawa tinja penderita atau karier yang mengandung kista infektif amuba.

Terdapat dua jenis karier amubasis, yaitu :

- Contact carrier adalah karier yang berasal dari orang yang sebelumnya tidak pernah menderita amubasis.

- Convalescent carrier adalah karier yang terjadi sesudah seseorang menderita amubasis.

Patologis

Patologi anatomi :

a. Primer : Pada instestinal

Pada proses ini yang terkena adalah :

a) Bagian caecum yang terutama, serta bagian – bagian lain. Hal ini sangat tergantung pada :

- Resistensi hostnya sendiri.

- Virulensi dari strain amoeba.

- Kondisi dari lumen usus/dinding usus, yakni :

· Infek/tidaknya dinding usus.

· Kondisi makanan, apabila makanan banyak mengandung karbohidrat, maka amoeba tersebut lebih pathogen.

· Keadaan normal flora usus.

· Adanya assosiasi amoba dengan bakteri - bakteri tertentu, akan menentukan sifat amoeba menjadi aktif, yakni mengadakan lesi – lesi pada usus dan pada umumnya sampai mukosa.

b) Gambaran lesi pada usus ( mukosa ), tampak adanya nekrosis tanpa reaksi keradangan, kecuali bila ada sekunder infeksi.

c) Pada keadaan lanjut, sampai ke submukosa dan selanjutnya amoeba akan ke sirkulasi darah, lalu akan timbul lesi – lesi ekstraintestinal.

d) Bentuk lesi berupa settle neck ulkus

e) Sekunder infeksi biasanya oleh kuman – kuman:Clostridium perfringens maka prognosa menjadi jelek, sebab terjadinya ganggrean usus, dan sering menyebabkan kematian.

f) Sekunder infeksi biasanya disebabkan oleh kuman – kuman Clostrodium perfrigens dan Shigella.

g) Pada ulkus yang dalam (sampai mencapai submukosa), sering terjadi perdarahan – perdarahan dan dapat dilihat pada feses penderita.

b. Sekunder : Pada ekstra instestinal

Dalam proses ini dapat terjadi akibat penyebaran secara:

a) Hematogen ( melalui darah ), organ yang sering terkena adalah :

- Hepar yang akan menimbulkan amebasis hepatitis dan selanjutnya abses hepatikum. Abses hepatikum ini dapat single atau multiple dan 85 % pada lobus diektra.

- Otak

b) Ekspansi ( langsung / menjalar ), yaitu pada pleura, paru – paru, kulit, dan adanya ulcerasi pada sigmoid dan rectum akan dapat menyebabkan komplikasi / ekspansi ke vagina.



Gejala Klinis

Gejala klinis tergantung pada lokasi, yakni :

a) Amoebic diarre :

Merupakan gejala yang terbanyak ( 50 % ), dengan sifat – sifat sebagai berikut :

- Diare yang frekuent.

- Terutama terjadi dari mukosa dan darah ( jumlah feses hanya sedikit ).

- Kadang – kadang opstipasi ( sembelit ).

b) Amoebic disentri :

- Defikasi yang frekuent.

- Adanya febris.

- Feses terdiri dari sel mukosa dan darah.

c) Amoebic appendicitis :

- Prosesnya sub-akut / khronis

- Tanpa adanya febris

- Dengan pemberian antibiotika ( tidak efektif )

- Merupakan kontra indikasi untuk operasi.

d) Amoebic pada caecum dan colon assendens:

Menimbulkan keradangan pada caecum dan colon assendens.

e) Amoebic granuloma :

Merupakan penebalan – penebalan pada dinding colon karena terjadinya khonis amoeba. Biasanya di caecum sampai dengan rectum, dan amoeba ini harus dibedakan dengan carcinoma.

f) Amoebic abses :

Merupakan proses ekstra intestinal ( amoebik hepatis ), dengan gejala – gejala sebagai berikut :

- Nyeri pada epigastrum kanan.

- Penderita berjalan membungkuk.

- Adanya febris.

- Malaise

- Kadang – kadang disertai ikterus.

g) Amoebic kulit:

- Kulit tampak kemerahan .

- Adanya ekskresi yang berwarna coklat kehijauan.

- Bila terjadi sekunder infeksi, maka pada pemeriksaan secret ini steril.

h) Amoebic vagina :

- Adanya fluor albus.

- Adanya ulkus pada labia mayora, keadaan ini harus dibedakan dengan lues.

Epidemiologi

Amoebasis tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekwensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga dirumah – rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain. Sumber infeksi terutama "carrier" yakni penderita amoebiasis tanpa gejala klinis yang dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama.

Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista. Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoak (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler) yang menderita sebagai "carrier", sayur-sayuran yang dipupuk dengan feses manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara penularan.

Sumber air minum yang terkontaminasi pada feses yang berisi kista atau secara tidak sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki kotoran atau parit.

Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau pembantu rumah tangga yang merupakan "carrier", dapat mengkontaminasi makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.

Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi yang disebabkan berbagai masalah, antara lain:

1. Penyediaan air bersih, sumber air sering tercemar.

2. Tdak adanya jamban, defikasi disembarang tempat, memungkinkan amoeba dapat dibawa oleh lalat atau kecoa.

3. Pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat atau lipas yang berperan sebagai vektor mekanik.

Pengandung kista yang jumlahnya besar dan penderita dalam keadaan konvalesensi merupakan bahaya potensial yang merupakan sumber infeksi dan harus diobati dengan sempurna karena keduanya merupakan masalah kesehatan yang besar.

Kista dapat hidup lama dalam air (10 -14 hari). Dalam lingkungan yang dingin dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan terhadap Khlor yang terdapat dalam air leding dan kista akan mati pada suhu 50° C atau dalam keadaan kering.

Entamoeba histolytica ini juga menyebabkan Dysenteriae amoeuba, abses hati dan Giardia lamblia yang banyak ditemukan pada anak-anak. Infeksi juga ditularkan dalam bentuk kista, sehingga pengandung kista adalah penting dalam penyebaran penyakit ini.

Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10 –18 %. Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropic dan subtropik yang sanitasinya jelek.

Di RRC, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 –11,5%, di Eropa utara 5 -20%, di Eropa Selatan 20 -51 % dan di Amerika Serikat 20%. Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-kadang amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.

Pemeriksaan Laboratorium ( Diagnosis )

Diagnosis pasti penderita amoebiasis adalah menemukan parasit didalam tinja atau jaringan. Diagnosis laboratorium dapat dibuat dengan pemeriksaan mikroskopis atau menemukan parasit dalam biakan tinja sering dijumpai Entamoeba histolytica bersama-sama dengan kristal Charcot-Leyden. Diagnosis tidak selalu mudah, maka perlu dilakukan pemeriksaan berulang teristimewa pada kasus menahun. Kegagalan dapat terjadi dengan teknik yang salah, mencari parasit tidak cukup teliti atau sering dikacaukan dengan protozoa lain dan sel-sel artefak. Pemeriksaan tinja dengan sediaan langsung dengan memakai air garam faal, atau lugol, dengan pengecatan trichrom, hematoksilin (sediaan permanen) atau dengan metode konsentrasi. Pada umumnya pada tinja encer akan di jumpai bentuk tropozoit disertai gejala klinik nyata, sedangkan pada tinja padat pada penderita tanpa gejala terutama pada penderita menahun "carrier" akan dijumpai terutama bentuk kista.

Bentuk trophozoit dapat dikenal karena gerakannya aktif, ektoplasma yang berbatas jelas, nukleus dan adanya sel darah merah, crystal Charcot–Leyden, yang dicernakan dan kista-kista dapat dikenali dari bentuknya yang bulat dimana jumlah inti 1 - 4 dan benda chromatoidnya.

Pemeriksaan serologis, test haemaglutinasi, test presipitin, pemeriksaan radiologis atau scalhing berperan pada penderita ekstra intestinal amoebiasis. Aspirasi abses dapat dilakukan dengan menemukan cairan warna coklat dan pada akhir aspirasi akan ditemukan bentuk tropozoit.

1. Amebiasis kolon akut, diagnosis ditegakkan bila terdapat sindrom disentri disertai sakit perut atau mules. Diare lebih dari 10 kali dalam sehari. Dan diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan species ini dalam bentuk histolitika di dalam tinja.

2. Amebiasis kolon menahun, terdapat gejala ringan diselingi dengan obstipasi. Jika dalam tinja tidak ditemukan spesies ini, himbauan agar pemeriksaan tinja dilakukan secara berturut-turut selama tiga hari dapat juga dengan melihat kelainan di sigmoid

3. Amebiasis hati, secara klinis dapat dibuat jika terdapat gejala berat badan menurun, badan lemah, demam, tidak nafsu makan disertai pembesaran hati. Pada pemeriksaan radiologi biasanya didapatkan peninggian diafragma dan pemeriksaan darah ada leukositosis.

Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk histolytica dalam biopsi dinding abses atau dalam aspirasi nanah abses. Bila amoeba tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan serologik, antara lain tes hemaglutinasi tidak langsung atau tes imunodifusi.

Teknik – Teknik Pemeriksaan Laboratorium.

1) Dari specimen yang diambil dari jaringan, akan didapatkan adanya tropozoit ( biasanya pada amoeba straint virulent yang jarang mempunyai kista ).

2) Dari specimen yang diambil dari feses, akan didapatkan adanya tropozoit atau kista.

3) Didapatkan adanya kharkot leyden Kristal, tapi sifatnya non spesifik (didapatkan jaga pada penderita asma prankitis pda sputumnya) dan pH feses biasanya asam.

4) Pada pemeriksaan feses didapatkan adanya darah dan sel – sel nekrotis (pada disentri baksiller biasanya banyak didapatkan leukosit dalam feses).

5) Pemeriksaan laboratorium ini perlu berulang kali ( minimal 3 kali ) pada pemeriksaan yang pertama, kemungkinan didapat kista 20%, sedangkan pada pemeriksaan ketiga, kemungkinan didapat kista 50 – 60 %, kecuali jika dilakukan metode konsentrasi, maka kemungkinannya adalah 80 %.

Macam – macam serta langkah kerja pemeriksaan laboratorium

1. Sediaan langsung tanpa pewarnaan.

Sample feses yang diterima sebelum diteliti secara mikrokoskopis dahulu harus diperiksa makroskopis mengenai: warna, bau, konsistensi, terikut tidaknya lender, darah, larva, cacing dewasa atau proglottis.

Teknik pemeriksaan:

- Disediakan obyek glass yang bersih dan kering.

- Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek masing – masing tetes air garam faal (jarak + 4 cm ).

- Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering, diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusap – usapkan atau digosokkan pada tetesan – tetesan air garam tersebut.

- Tutup, masing – masing sediaan dengan cover glass.

- Periksa dibawah mikroskop, mula – mula dengan lensa lemah selanjutnya dipertegas dengan lensa kuat.

2. Sediaan langsung dengan pewarnaan Iodium (lugol).

Teknik pemeriksaan:

- Disediakan obyek glass yang bersih dan kering

- Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek masing-masing tetes air garam faal ( jarak +4cm)

- Dengan batang pengaduk yang bersih dan kering, diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir, lalu diusap-usapkan atau digosokkan pada tetesan-tetesan air garam tersebut.

- Pada sediaan sebelah kiri ditambahkan 1 tetes eosin 2% dan pada yang sebelah kanan ditetskan 1 tetes jodium/lugol lalu masing-masing dicampur (jangan sampai sediaan 1 tercampur dengan sediaan 2).

- Tutup masing-masing sediaan dengan cover glass.

- Periksa dibawah mikroskop, mula-mula dengan lensa lembek selanjutnya dipertegas dengan lensa kuat.

3. Sediaan langsung dengan pewarnaan Iron Haematoxyline

Sediaan permanen dari feses dengan pewarnaan Iron Haematoxyline ini sebagai proses dibawah:

- Dibuat beberapa sediaan tipis dari feses menggunakan spatula

- Celupkan kedalam larutan Schaudine selama 10 menit (gunakan gelas kopi).

- Angkat dan celupkan kedalam 70% alcohol selama 10 menit

- Angkat dan celupkan kedalam 70% alcohol jodium (warna merah anggur) selama 10 menit.

- Angkat dan celupkan kedalam 50% alcohol selama 10 menit.

- (no.7) Angkat dan masukkan kedalam larutan zat warna alumbesi (iron alum) 2% selama 2 jam (gunakan Kristal violet).

- Angkat dan celupkan kedalam 30% alcohol selama 10 menit.

- Cuci dengan air kran yang mengalir selama 15 menit.

- Selanjutnya sediaan dimasukkan larutan hematoxyline 0,5%

- Cuci dengan air kran yang mengalir.

- Ulangi pewarnaan no 7.

- Cuci dengan air kran yang mengalir selama 20 menit.

- Kemudian sediaan-sediaan dimasukkan secara berturut-turut kedalam: 30%, 50%, 70%, 80%, 95% alcohol masing-masing selama 10 menit.

- Celupkan kedalam xylol.

- Mounting dengan clarite dan tutup dengan cover glass.

4. Cara Konsentrasi menggunakan ZnSO4.

- Dibuat suspense feses 1:10, yaitu 1 bagian feses + 10 bagian air panas

- Sarringlah suspense tersebut dengan kain kasa dan filtrate ditampung dalam tabung centrifuge

- Putar dengan kecepatan 2500 rpm selama 1 menit

- Supernatant dibuang, sedimentnya ditambah dengan 2-3 cc air dan diaduk sampai homogeny

- Putar lagi, supernatant jernih dituang (kalau perlu diulang)

- Kepada sedimentnya ditambahkan 3-4 cc zink sulfate jenuh (33% larutan ZnSO4 mempunyai BJ 1,18), diaduk dengan batang pengaduk, ssehingga homogeny dan tambahkan ZnSO4 sampai batas 1,5 cm dari permukaan tabung

- Putar dengan kecepatan tinggi selama 1 menit

- Pindahkan lapisan atas dari supernatant dengan oese dan taruh diatas obyek glass yang bersih, seterusnya tambahkan 1liter lugol

- Tutup dengan cover glass, periksa dibawah mikroskop

5. Dibiakkan (culture).

Dalam pemeriksaan dengan culture ini menggunakan media Bock dan Darbalin-Arsenic, dengan inkubsi 24-48 jam akan didapatkan hasil kista yang positif atau tropozoit yang positif.

6. Serologis: Complement Fixation Test (C.F.Test).

- Dengan pemeriksaan hemaglotination test, 90% hasilnya positif

- Dengan pemeriksaan precipitin test

Kedua cara pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk amoebiasis ekstra intestinal.

Terapi

1. Supportive terapi (supportive therapy).

Terapi ini berhubungan dengan sifat virulensi amoeba. Biasanya dengan menggunakan diet tinggi protein dan rendah karbohidrat, yakni :

- Tinggi protein, akan mempertinggi daya tahan host.

- Rendah karbohidrat, akan menurunkan virulensi infeksi.

2. Kausal terapi ( Causal therapy )

Ditujukan terhadap:

- Parasitnya.

- Bakteri yang associde.

- Kuman – kuman yang menyebabkan sekunder infeksi.

Obat – obatnya antara lain:

Emetin Hidroklorida.

Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila diberikan secara parenteral karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang yang sakit berat, dosis harus dikurangi. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung dan ginjal. Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan secara oral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram sehari, diberikan selama 4–6 hari. Emetin dan dehidroemetin efektif untuk pengobatan abses hati

(amoebiasis hati).

Klorokuin.

Obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histolytica. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain, mual, muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3 minggu.

Anti Biotik.

Tetrasiklin dan eritomisin bekerja secara tidak langsung sebagai amebisid dengan mempengaruhi flora usus. Peromomisin bekerja langsung pada amoeba. Dosis yang dianjurkan adalah 25 mg/kg bb/hari selama 5 hari, diberikan secara terbagi.

Metronidazol (Nitraomidazol).

Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk histolytica dan bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram sehari selama 3 hari berturut-turut dan diberikan secara terbagi.

Pencegahan

Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica antara lain sebagai berikut:

1. Tidak makan makanan mentah (sayuran, daging babi, daging sapi, dan daging ikan), dan untuk buah dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.

2. Minum air yang telah dimasak mendidih baru aman.

3. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.

4. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.

5. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.

6. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.

7. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

- Entamoeba histolytica adalah genus amoeboa yang patogen dan ditemukan dalam usus dengan hospes definitivenya adalah manusia.

- Selama siklus hidupnya, Entamoeba histolytica mempunyai dua macam stadium, yaitu trofozoid yang dapat bergerak dan mudah mati di udara bebas atau bila terkena asam lambung; dan kista yang tahan terhadap berbagai perubahan, sehingga berperan penting dalam penularan. Distribusi Geografik Entamoeba histolytica adalah Kosmopolit.

- Bentuk tropozoit berubah patogen karena berbagai faktor kerentanan tubuh, obat-obat imunosupresan dan kortikosteroid, penyakit keganasan, virulensi ameba maupun lingkungannya.

- Amubasis yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica dapat menyerang berbagai organ, misalnya usus maupun organ lain diluar usus misalnya hati, paru, otak, kulit dan sebagainya. Gejalanya bisa berupa diare yang hilang-timbul dan sembelit, banyak buang gas (flatulensi) dan kram perut serta deman ringan.Perut akan terasa nyeri dan feses bisa mengandung darah serta lendir. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya Entamoeba histolystica dalam feses. Pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersiham lingkungan (environment sanition)

DAFTAR PUSTAKA

Danis, Difa. Kamus Istilah Kedokteran.Jakarta: Gitamedia Press

Gandahusada, Srisasi. 2004. Parasitologi Kedokteran.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Lukito Sari, Galih.2007. Entamoeba. http://mbakgalih.blog.friendster.com/entamoeba/.(06-05-2011/20:20)

Martono, Soejoto. 1989. Parasitologi Medik. Jakarta: Pusat Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI

Prasetyo, Heru. 2005. Pengantar Praktikum Protozoologi Kedokteran Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press

Rasmaliah. 2003. Epidemiologi Amoebasis dan Upaya Pencegahannya. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm.rasmaliah.pdf . (06-05-2011/20:14)

Samidjo, W. Petunjuk Praktikum Praktikum Parasitologi Medik ( Protozoologi ). :Departemen Kesehatan RI

Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press

Zaman, Viqar. 1997. Atlas Parasitologi Kedokteran Edisi II. Jakarta: Hipokrates